Mantan Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) AM Hendropriyono menilai tumbuh sumburnya radikalisme di Indonesia karena masyarakat yang mabuk agama.
Awalnya, dia menyebut bahwa Muhammad Rizieq Shihab dan pengikutnya sudah mengingkari Pancasila karena ingin mengganti dengan Syariah. | TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Dikutip dari WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Komentar Mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean tentang 'mabuk agama' dan 'mabuk miras' mendapatkan respon keras dari banyak kalangan.
Ferdinand Hutahaean sebelumnya berkomentar mengenai pro dan kontra tentang kebijakan pemerintah menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI).
Ferdinand mencibir pihak-pihak yang penolakan terhadap kebijakan tersebut.
Dia berkisah bahwa di kampungnya dulu, orang-orang selalu meminum tuak sebagai sebuah tradisi untuk menghangatkan badan.
“Dari dulu di kampungku, orang selalu minum tuak, minuman tradisional beralkohol. Sebuah tradisi atau kebiasaan untuk menghangatkan badan dan melepas lelah, bercengkerama setelah seharian di sawah atau di ladang,” tulis Ferdinand Hutahaean di akun Twitternya, Senin (2/3/2021).
Ferdinand Hutahaean pun tak setuju jika kebijakan investasi miras disebut berpotensi merusak moral bangsa.
“Faktanya, moral orang-orang dari kampungku tetap baik, tidak rusak,”sebut Ferdinand Hutahaea.
Ferdinand Hutahaean menjelaskan bahwa ada beberapa negara yang memproduksi miras secara legal dan terkenal.
“Warganya tetap bermoral, tidak mabuk-mabukan. Negaranya maju, tidak hancur seperti negara yang hancur akibat perang soal agama. Sementara kita, tiap hari alkohol di mana-mana, prostitusi di mana-mana, tapi munafiknya luar biasa!,” kata Ferdinand Hutahaean.
Dilansir dari kompasiana.com - Yang paling berbahaya adalah mabok agama. Mabok agama paling menghawatirkan umat kemanusiaan, mabok agama sangat menakutkan lingkungan.
Sayangnya mabok agama tidak bisa dilarang, tidak ada UU ataupun kitab suci yg mengatur akan mabok agama.
Bagaimana ciri-ciri orang mabok agama?
- Mengajak dan membuat sebuah perkumpulan pembela agama.
- Menggap dirinya orang yg paling suci di bandingkan orang lain.
- Tidak ada ajaran agama lain yg lebih baik dibandingkan agama yg lain.
- Menghancurkan agama lain, yang dianggap musuh agama.
Demikian maboknya sampai menganggap Tuhan harus dibela, apa Tuhan tak mampu mempertahankan ajaran-ajarannya di dunia.
Tuhan menjadi begitu lemah sehingga membutuhkan sekelompok manusia untuk membelaNya.
Benar-benar sangat mabok.
Mereka melupakan kemaha kuasaan Tuhan itu sendiri, mereka berubah menjadi juru adil di dunia, menggantikan fungsi Tuhan yang maha pengadil.
Dikutip dari netralnews.com - "Kalian lupa, ya? Kalau dulu para pejuang Kemerdekaan tidak mabok Agama mana mungkin mau berjuangan memerdekakan Nusantara dari penjajah kafir?" lanjut dia
Tengku Zul mengatakan, jika dulu para pejuang tak "Mabuk Agama" mana mungkin mau berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah kafir.
"Apa kalian lupa para pejuang berteriak Allahu Akbar? Atau kalian mabok?" tulis dia lagi.
Dia kira para pejuang yang dahulu memerangi penjajah sedang mabuk. Memang kalau orang mabuk selalu bilang orang lain yang mabuk.
Namanya mabok, apapun kata yang melekat dibelakang kata mabok akan menjadi rusak pemaknaannya. lihat analogi berikut; mabok (-) x agama (+) hasilnya negatif (-). Jadi tolong dipahami kalau orang mabok itu apapun yang dikerjakan tidak akan benar.
Apakah mereka mabok karena Agama?!. Jangan-jangan mereka itu sebenarnya mabuk kekayaan, kekuasan, atau mabok dunia, namun agama dijadikan tunggangannya sebagai alat untuk mencapai tujuannya.
Memang asyik menggunakan agama sebagai alat untuk mabok, karena kejahatannya dapat tertutup sangat rapi, bak maling teriak maling.
Pada ribut tentang undang-undang miras, korupsi itu jauh lebih jahat dari miras. Karena korupsi dapat mengendalikan negara. Sibuk kaum agamais mengkritik pemerintah bahkan ingin menggantikan pemerintah sebelum waktunya. Mengapa tidak mendemo para koruptor, atau kalian ingin berkuasa untuk bisa menjadi koruptor.
Indonesia memang enak bagi orang yang ingin bicara semaunya. Sehingga tidak tahu lagi batasan sopan santun sebagai budaya luhur bangsa Indonesia. Alih-alih demokrasi dan agama, rusak budaya adi luhung tentang keramah-tamahan berubah menjadi beringas, liar tak berbudaya.
0 Komentar