Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam, kewajiban itu berlaku seumur hidup. Rasulullah bersabda: “Bila matahari terbit tapi tidak pernah bertambah ilmu sampai terbenamnya, maka tidak ada berkah hari itu bagiku.” (Al-Hadits)
Materi ilmu yang kita cari adalah ilmu yang membuat kita semakin dekat dengan Allah, tertarik dengan kenikmatan surgawi, takut pada maksiat apalagi adzab neraka, dan semakin mempererat jalinan silaturahmi (persatuan) dengan semua manusia.
Allah akan mengangkat tinggi derajat manusia yang berilmu melebihi derajat manusia pada umumnya. Ilmu itu salah satu sifat Allah, orang yang berilmu diibaratkan sang surya yang bersinar menerangi bumi ini. Ilmu itu cahaya, sedangkan kebodohan itu adalah kegelapan. Betapa banyak manfaat orang yang berilmu, dia telah merubah gelap menjadi terang, sesat menjadi benar, ketidaktahuan menjadi pengetahuan.
Semua guru, meskipun telah tiada, akan mendapatkan pahala yang tak terputus dari ilmu yang diajarkannya. Oleh karena itu, setiap pelajar harus hormat, berbakti, dan mendoakan guru-gurunya. Imam Ali ra. pernah berkata: “Aku adalah hamba seorang yang telah mengajariku ilmu walaupun hanya satu huruf” Umur guru itu pendek, sedangkan umur kebaikannya bertahan selamanya melalui manfaat ilmu-ilmu yang diamalkan oleh murid-muridnya.
Al-Quran menggelari golongan ini dengan berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya.
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” [Al Imran : 190]
Firman Allah SWT:“Perbandingan kedua golongan itu [orang-orang kafir dan orang-orang mu’min], seperti orang buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua golongan itu sama keadaan dan sifatnya? Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran [daripada perbandingan itu]?” [Hud : 24]
Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahwa ilmu mempunyai keterkaitan yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagungan-Nya. Hasilnya, orang yang berilmu akan tunduk, merasa kerdil, dan hina berhadapan dengan kekuasaan dan keagungan Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. [Ali Imran: 18]
Ibnu Katsir membuat suatu rumusan yang menarik bahwa apabila Allah SWT menyandingkan “diri-Nya” dengan para malaikat dan orang yang berilmu tentang penyaksian “keesaan Allah SWT dan kemutlakan-Nya sebagai Tuhan yang layak disembah”, hal tersebut adalah suatu penghormatan agung secara khusus kepada orang-orang yang berilmu yang senantiasa bergerak di atas rel kebenaran dan menjunjung tinggi prinsip ini serta berpegang teguh dengannya dalam semua keadaan dan suasana.
Untuk menjadi umat yang terbaik, Islam menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat dikandung badan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ilmu bagi kehidupan. Untuk memperoleh kebaikan dunia dengan ilmu, untuk beroleh kebaikan akhirat dengan ilmu.
Berdasarkan landasan ini, ilmu dikatakan bermanfaat bila dengan ilmu itu ia dapat meningkatkan pengetahuannya akan Allah.
Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah ditaati dan disembah dengan ilmu. Begitu juga kebaikan dunia dan akhirat bersama ilmu, sebagaimana kejahatan dunia dan akhirat karena kebodohan.”
Dengan ilmu, ia dengan efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuan, yaitu berbagai aktivitas menuju keridhaan Allah. Orang yang mencari ilmu untuk menuju keridaan Allah pun mendapat kedudukan yang istimewa, seperti yang diterangkan Nabi, “Barangsiapa mati ketika sedang mencari ilmu untuk menghidupkan Islam, dia di surga sederajat di bawah para Nabi.”
Dengan ilmu, di samping dapat membimbing dirinya, ia dapat juga membimbing orang lain kepada kebaikan. Nabi bersabda, “Allah akan menyayangi penerus-penerusku.” Beliau ditanya,” Siapakan para penerus itu?” Beliau menjawab, ”Mereka yang menghidupkan sunnah-sunnahku dan mengajarkannya kepada hamba-hamba Allah.”
Dengan ilmu, ia dapat memecahkan berbagai persoalan pribadi, masyarakat dan lingkungannya. Bukankah sebaik-baik orang itu yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Nabi bersabda, ”Setiap manusia itu keluarga Allah, dan manusia yang paling dicintai-Nya adalah yang paling bermanfaat bagi keluarga-Nya.”
Sebaliknya, bila ilmu itu dicari tidak diniati karena Allah, tidak menambah kebaikan bagi dirinya dan orang di sekitarnya, ilmu itu tidak bermanfaat. Setiap ilmu yang tidak menolong manusia menuju Allah seperti muatan buku yang dibawa di atas keledai.
Tuhan berfirman;
”Dan di bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yakin kepada Allah dan pada diri kalian, tidakkah kalian memperhatikan?” [Adh-Dhariyat: 20-21]
Berpikir tentang kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan Allah sehingga lahir rasa cinta dan syukur kepada Allah. Rasa cinta ditandai dengan mementingkan Allah dari lainnya dan rasa syukur ditandai dengan menggunakan anugerah Allah kepada jalan-jalan yang diridhai-Nya.
Janji-janji Allah sehingga lahir rasa cinta kepada Allah dan optimistis dalam kehidupan. Dalam kehidupan ini, ada hukum sebab akibat dan sebab dari segala sebab adalah adalah Allah. Dalam berusaha dan berjuang, Allah akan memberikan suatu sesuai dengan kadar usahanya.Kalau seseorang itu tekun bekerja dan berdoa, tentu dia akan mendapatkan yang sesuai dengan yang diusahakan. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh dalam beruasaha, ia akan mendapatkan hasil sesuai dengan kesungguh-kesungguhannya.
Ancaman Allah sehingga melahirkan rasa takut. Rasa takut akan ancaman Allah akan membuat seorang hamba takut bermaksiat kepada Allah sehingga akan hati-hati dalam melangkah. Ia menjaga hati dan pikiranya untuk tidak berprasangka buruk kepada Allah. Dia akan menjada lidah dan tangannya untuk menyakiti atau menzalimi orang lain.
sejauh mana ketaatannya kepada Allah sehingga melahirkan gairah untuk beribadah. Berdasarkan keterangan Alquran dan hadis, ibadah merupakan cara seeorang hamba mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah merupakan cerminan ketaatan seorang hamba kepada Tuhannya.Ketaatan hamba kepada Tuhan kalau seseorang itu menyadari bahwa diciptakannya manusia itu beribadah dan Tuhan bersama dirinya di mana pun dia berada.Karena merasa dirinya diawasi Tuhan ia pun akan melakukan yang terbaik demi mendapatkan keridhaan Tuhan.
Seseorang diharapkan akan mencapai kemampuan intelektual, mental, dan spiritual yang berguna dalam menjalani hidupnya. Bukan hanya untuk dirinya, melainkan juga untuk lingkungannya. Dengan ilmu dan kemampuannya, ia dapat beroleh kebaikan tidak hanya di dunia tetapi juga kelak di akhirat.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [Orang-orang yang berilmu]. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” [Fatir: 28]
Seorang ‘alim juga lebih tinggi dari pada seorang ahli ibadah yang sewaktu-waktu bisa tersesat karena kurangnya ilmu.
“Keutamaan orang ‘alim atas orang ahli ibadah adalah seperti keutamaan diriku atas orang yang paling rendah dari sahabatku.” [HR Tirmidzi]
“Segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju surga adalah ilmu”(hr.dailany) “orang yang paling utama diantara manusia adalah orang mukmin yang mempunyai ilmu,dimana kalau dibutuhkan (orang) dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak dibutuhkan dia memperkaya /menambah sendiri pengetahuannya”. [HR.baihaqi]
Nabi Muhammad SAW juga sangat menghargai orang yang berilmu. “Ulama adalah pewaris para Nabi” Begitu sabdanya seperti yang dimuat di HR. Abu Dawud. Bahkan Nabi tidak tanggung-tanggung lebih menghargai seorang ilmuwan daripada satu kabilah. “Sesungguhnya matinya satu kabilah itu lebih ringan daripada matinya seorang ‘alim.” [HR Thabrani]
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” [HR. Muslim]
“Hai Abu Dzar, Apabila kamu pergi dan menuntut ilmu satu ayat saja dari Al-Qur’an, itu lebih baik dari pada sholat 100 rakaat,dan sesungguhnya apabila kamu menuntut ilmu satu bab yang kamu ketahui, baik diamalkan atau tidak, lebih baik bagi mu dari pada sholat 1000 rakaat”. [HR. Ibnu Majah]
Referensi:
- http://athohirluth.lecture.ub.ac.id
- http://muslim.or.id
- https://www.quranexplorer.com
0 Komentar